ARTIKEL

LADY WITH THE LAMP
(Florence Nightingale : 12 Mei 1820 - 13 Agustus 1910)



Teringat ketika awal masuk kuliah dan harus melalui yang namanya Orientasi Study Mahasiswa Baru (OSMB) di kampus. Setiap kampus di berbagai penjuru negeri ini tentu mengadakan acara serupa untuk menyambut mahasiswa baru. Kampusku menamai kegiatan orientasi itu sebagai “MEDIK” yang merupakan kepanjangan dari “Mengenal Dunia Keperawatan.” Sungguh inovatif apa yang dilakukan para senior kepada mahasiswa baru,            salah satunya adalah penugasan yang sepertinya terinspirasi dari pidato kenegaraan terakhir Bung Karno. Dalam pidatonya itu beliau mengatakan “JAngan Sekali-kali MElupakan sejaRAH” (Jasmerah). Melalui penugasan tersebut, mahasiswa baru harus mencari biografi tokoh keperawatan barat dan tokoh keperawatan islam.

Salah satu tokoh keperawatan barat adalah sosok The Lady With The Lamp. Siapa beliau ini? Ya. Florence Nightingale (12 Mei 1820-13 Agustus 1910) adalah pelopor perawat modern, penulis dan ahli statistik.

Florence Nightingale lahir di Firenze, Italia pada 12 Mei 1820. Nama depannya, Florence merujuk kepada kota kelahirannya, Firenze dalam bahasa Italia atau Florence dalam bahasa Inggris. Semasa kecilnya ia tinggal di Lea Hurst, sebuah rumah besar dan mewah milik ayahnya, William Nightingale yang merupakan seorang tuan tanah kaya di Derbyshire, London, Inggris.

Sementara ibunya adalah keturunan Nightingale yang merupakan seorang tuan tanah kaya di Derbyshire, London, Inggris.

Sementara ibunya adalah keturunan ningrat dan keluarga Nightingale adalah keluarga terpandang. Florence Nightingale memiliki seorang saudara perempuan bernama Parthenope. Sebagai keluarga yang berasal dari kalangan mapan, keinginan Florence untuk berkarier sebagai perawat mendapat tantangan keras. Ibu dan kakaknya sangat keberatan dengan jalur yang hendak ditempuh Florence. Sedangkan ayahnya, meski mendukung kegiatan kemanusiaan yang dilakukan putrinya ini, juga tidak ingin Florence menjadi perawat.

Pada masa itu, pekerjaan sebagai perawat memang dianggap pekerjaan yang hina, alasannya:

  • Perawat disamakan dengan wanita tuna susila atau “buntut” (keluarga tentara yang miskin) yang mengikuti ke mana tentara pergi;

  • Profesi perawat banyak berhadapan langsung dengan tubuh dalam keadaan terbuka sehingga profesi ini dianggap sebagai profesi yang kurang sopan untuk wanita baik-baik, selain itu banyak pasien memperlakukan wanita yang tidak berpendidikan yang berada di rumah sakit dengan tidak senonoh;

  • Perawat di Inggris pada masa itu lebih banyak laki-laki daripada perempuan karena alasan-alasan tersebut di atas;

  • Perawat masa itu lebih sering berfungsi sebagai tukang masak.

Namun hasrat Florence adalah tetap menjadi perawat. Ketika berumur 20 tahun ia meminta ijin kepada orang tuanya untuk memasuki rumah sakit dan mempelajari keperawatan, tetapi orang tuanya tetap tidak mengijinkan karena rumah sakit pada saat itu keadaannya sangat memprihatinkan. Walaupun dilarang, semangat Florence untuk menjadi perawat tidak pupus.

Tercatat dalam sejarah, Florence menjadi satu-satunya wanita yang mendaftarkan diri menjadi relawan pada tahun 1854, ketika Inggris dan Perancis mengumumkan perang terhadap Rusia untuk menguasai Krimea dan Konstantinopel (pintu gerbang menuju Timur Tengah). Banyak prajurit yang gugur dalam pertempuran, namun yang lebih menyedihkan lagi adalah tidak adanya perawatan untuk para prajurit yang sakit dan luka-luka. Selain sebagai tokoh di bidang keperawatan, Florence juga merupakan tokoh di bidang kepalang merahan khususnya relawan-relawan palang merah.



MENGENAL RHESUS NEGATIF

 

Saat menunggu antrian di Tempat Pelayanan Terpadu, saya tertarik pada artikel di surat kabar yang membahas tentang orang Indonesia yang memiliki rhesus negatif beserta tantangan yang dihadapi. Ternyata selain penggolongan darah ABO (A, B, AB dan O) darah juga dapat digolongkan menjadi rhesus positif dan rhesus negatif.

Rhesus adalah protein (antigen) yang terdapat pada permukaan sel darah merah. Sistem penggolongan berdasarkan rhesus ini ditemukan oleh Landsteiner dan Wiener tahun 1940. Disebut “rhesus” karena saat itu Landsteiner-Wiener melakukan riset dengan menggunakan darah kera rhesus (Macaca mulatta), salah satu spesies kera yang banyak dijumpai di India dan Cina. Mereka yang mempunyai faktor protein ini disebut rhesus positif. Sedangkan yang tidak memiliki faktor protein ini disebut rhesus negatif.
Mengapa kita perlu mengetahui rhesus darah ?

Mengenali rhesus khususnya rhesus negatif menjadi begitu penting karena di dunia ini hanya sedikit orang yang memiliki rhesus negatif. Persentase jumlah pemilik rhesus negatif berbeda-beda antar kelompok ras. Pada ras bule (seperti warga Eropa, Amerika, dan Australia), jumlah pemilik rhesus negatif sekitar 15 – 18%. Sedangkan pada ras Asia, persentase pemilik rhesus negatif jauh lebih kecil. Menurut data Biro Pusat Statistik 2010, hanya kurang dari satu persen penduduk Indonesia, atau sekitar 1,2 juta orang yang memiliki rhesus negatif. Karena persentasenya sangat kecil, jumlah pendonor pun amat langka, sehingga bila memerlukan donor darah agak sulit.
Apa yang terjadi bila darah dengan rhesus positif didonorkan pada pasien dengan rhesus negatif ?

Pemilik rhesus negatif tidak boleh ditranfusi dengan darah rhesus positif. Ini dikarenakan sistem pertahanan tubuh si reseptor (penerima donor) akan menganggap darah (rhesus positif) dari donor itu sebagai “benda asing” yang perlu dilawan seperti virus atau bakteri. Sebagai bentuk perlawanan, tubuh reseptor akan memproduksi antirhesus. Saat transfusi pertama, kadar antirhesus masih belum cukup tinggi sehingga relatif tak menimbulkan masalah serius. Tapi pada tranfusi kedua, akibatnya bisa fatal karena antirhesus mencapai kadar yang cukup tinggi. Antirhesus ini akan menyerang dan memecah sel-sel darah merah dari donor, sehingga ginjal harus bekerja keras mengeluarkan sisa pemecahan sel-sel darah merah itu. Kondisi ini bukan hanya menyebabkan tujuan tranfusi darah tak tercapai, tapi malah memperparah kondisi si reseptor sendiri.
Bagaimana bila hal itu terjadi pada ibu dan janinnya / kehamilan ?

Meskipun faktor rhesus tidak berpengaruh terhadap kesehatan, namun hal itu perlu diperhatikan bila seandainya Anda dan pasangan Anda memiliki rhesus yang berbeda
Ibu
Ayah
Janin
Injeksi immunoglobulin
Rhesus positif
Rhesus positif
Rhesus positif
Tdk diperlukan
Rhesus negatif
Rhesus negatif
Rhesus negatif
Tdk diperlukan
Rhesus positif
Rhesus negatif
Bisa Rhesus + / -
Tdk diperlukan
Rhesus negatif
Rhesus positif
Bisa Rhesus + / -
Diperlukan
Hal ini disebabkan karena akan terbentuk antibodi bila ibu dan janinnya memiliki rhesus yang berbeda. Bila ibu memiliki rhesus positif dan janin memiliki rhesus negatif, maka perbedaan itu tidak menimbulkan masalah. Masalah akan muncul bila ibu memiliki rhesus negatif sedangkan janin rhesus positif (diturunkan dari ayahnya).

Selama kehamilan, plasenta bertugas sebagai penghalang antara sel-sel darah merah ibu dan janin. Namun, terkadang ada sejumlah kecil darah janin yang dapat melintas ke dalam pembuluh darah ibunya. Jika ada sel darah janin rhesus positif bercampur dengan darah ibu yang rhesus negatif, maka tubuh ibu secara alamiah akan bereaksi dengan merangsang sel darah merah berupa zat antibodi/antirhesus untuk melindungi tubuh ibu sekaligus melawan ‘benda asing’ tersebut (janin). Inilah yang menimbulkan antirhesus (penghancuran sel arah merah) atau hemolitik. Kondisi ini dapat menyebabkan kematian janin dalam rahim atau jika lahir menderita hati yang bengkak, anemia, kuning (jaundice), dan gagal jantung.
Kondisi A. Antibodi belum terbentuk saat kehamilan

Pada usia kehamilan 28 minggu dan dalam 72 jam setelah persalinan akan diberikan suntikan anti-D (Rho) immunoglobulin, atau biasa juga disebut RhoGam. RhoGam ini akan menghancurkan sel darah merah janin yang beredar dalam darah ibu, sebelum sel darah merah itu memicu pembentukan antibodi yang dapat menyeberang ke dalam sirkulasi darah janin. Dengan demikian sang janin akan terlindung dari serangan antibodi. Pada kehamilan-kehamilan berikutnya, dokter akan terus memantau apakan telah terjadi kebocoran darah janin ke dalam sirkulasi darah ibu, untuk menghindari telah terbentuknya antibodi. Dan injeksi RhoGam terus diulang pada setiap kehamilan kedua, ketiga, dan seterusnya.
Suntikan immunoglobulin mungkin juga diperlukan ibu dengan rhesus negatif bila terjadi :
a. Keguguran
b. Aborsi
c. Hamil di luar kandungan (ectopic)
d. Perdarahan selama kehamilan
Kondisi B Antibodi sudah terbentuk saat kehamilan
Bila ibu menunjukkan kadar antibodi yang sangat tinggi dalam darahnya, maka akan dilakukan penanganan khusus terhadap janin yang dikandung, yaitu :
1. Scanner ultrasonografi, untuk mengecek masalah pada pernafasan dan peredaran darah, cairan paru-paru, atau pembesaran hati, yang merupakan gejala-gejala penderitaan bayi akibat rendahnya sel darah merah.
2. Pengecekan amniosentesis secara berkala untuk mengecek level anemia dalam darah bayi.
3. Persalinan lebih dini, sejauh usia janin sudah cukup kuat untuk dibesarkan diluar rahim dan diikuti penggantian darah janin dari donor yang tepat.
4. Pada kasus yang lebih gawat, dan janin belum cukup kuat untuk dibesarkan diluar, akan dilakukan transfusi darah terhadap janin yang masih dalam kandungan.
Perhatian :

Karena pemilik rhesus negatif pada ras Asia dan Afrika kurang dari 1 %, maka jumlah pendonor pun amat langka. Lebih-lebih golongan AB Rhesus negatif. Ini merupakan golongan darah paling langka. Di bank darah PMI, stok darah Rhesus negatif biasanya hanya satu kantung untuk masing-masing golongan darah ABO. Selain karena jumlah pendonor langka, permintaannya pun memang sangat jarang.
Untuk menyiasati jika ada kebutuhan sewaktu-waktu, PMI menerapkan sistem donor panggilan (on call). Sebagai bank data, PMI mencatat identitas lengkap orang-orang yang diketahui berhesus negatif. Jika ada permintaan darah Rhesus negatif, PMI akan menghubungi mereka agar mendonorkan darahnya.
Kendati demikian, saat-saat tertentu PMI kadang tetap tidak bisa memenuhi permintaan darah Rhesus negatif. Bank data pemilik Rhesus negatif ini biasanya tercatat di PMI tingkat daerah (provinsi) dan cabang (kabupaten atau kota).

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar